Berkembangnya
studi-studi sosial di Eropa abad ke-17 ditandai dengan munculnya berbagai
analisis terhadap fenomena kemanusiaan seperti sosial, ekonomi dan politik.
Keadaan ini menyadarkan para ilmuan bahwa kontribusi analisis-analisis sosial
itu telah menawarkan peluang dan jalan baru bagi sejarah untuk memasuki
kordinat disiplin ilmu yang nyaris setara dengan ilmu-ilmu lainnya. Pertemuan
antara ilmu sosial dan sejarah terletak pada realitas sosial yang menjadi obyek
pengamatannya dan, dalam beberapa bahagian, studi-studi terhadap struktur
sosial dan ekonomi ternyata lebih memperlihatkan kecendrungan historis meski
menggunakan analisis-analisis struktural. Munculnya tokoh-tokoh sejarawan
struktural dari kalangan sosiolog seperti Aguste Comte, Karl Marx, Engels,
Spencer, Braudel dan lain-lain, telah mencerminkan perkembangan baru dalam
lapangan ilmu kemanusiaan ini. Beberapa temuan teoritis telah banyak
dihasilkan, akan tetapi tidak sedikit juga mengundang berbagai perdebatan
ilmiah dengan munculnya sintesis-sintesis baru dalam sejarah sosial terutama
menyangkut dengan model analisis yang digunakan.
Hal yang
kemudian menjadi perdebatan dikalangan sejarawan sosial berkaitan dengan
persoalan perubahan sosial ialah perbedaan ide tentang fungsi atau struktur
pada satu sisi dan ide tentang peranan manusia selaku aktor pada sisi lainnya
dan antara tinjauan kebudayaan sebagai supra struktur belaka dan kebudayaan
sebagai suatu kekuatan yang aktif dalam sejarah, demikian juga perbedaan
pandangan yang menyangkut analisis-analisis yang diperlukan untuk menjelaskan
perubahan sosial itu secara teoritis dan metodologis.
Munculnya
pendekatan strukturis pada tahun 1980an adalah merupakan fenomena baru dalam
lapangan metodologi sejarah dan memberi jawaban terhadap berbagai kendala
teoritis dan metodologis yang masih ditemukan dalam pendekatan struktural yang
selama ini banyak dianut. Christopher Lloyd, seorang sejarawan ekonomi
Inggeris, telah memformulasikan beberapa temuan penelitian yang dilakukan oleh
sejumlah ilmuwan seperti Cliffort Geertz, Emmanuel Le Roy Ladurie, Charles
Tilly dan lain-lain serta mengemasnya menjadi suatu pendekatan baru yang ia
namakan dengan pendekatan "Strukturis" yang secara ontologis
didasarkan pada aliran filsafat Realisme.
Tulisan ini
akan mengemukakan tentang perbedaan-perbedaan pandangan yang berkembang
dikalangan sejarawan sosial terutama menyangkut perbedaan pendekatan
strukturalisme dan strukturisme dalam mengamati realitas sosial, struktur
sosial, perubahan struktur sosial serta masalah eksplanasi terhadap perubahan
sosial itu sendiri.
Konsep
tentang Masyarakat , Struktur dan Peristiwa.
Sejauh ini
masalah yang menjadi tema diskusi-diskusi di kalangan sejarawan sosial adalah
persoalan konsepsi tentang masyarakat, struktur-struktur dan peristiwa yang
terdapat di dalamnya. Berbagai konsep telah dikemukakan seputar masalah ini.
Konsep awal tentang ini telah ditunjukkan oleh kalangan strukturalis yang
mengkonsepsikan masyarakat sebagai suatu kesatuan sendiri dan tidak hanya
sekedar kolektifitas individu. Masyarakat memiliki struktur-struktur yang
terdiri dari kesatuan-kesatuan dan properti-properti social yang hubungan antar
struktur itu bersifat ketat (tighly structured) dan penjelasannya harus
berkaitan dengan hubungan fungsional yang diduga dengan sistem sosial yang
holistik.
Analisis yang
dilakukan oleh kalangan strukturalis diarahkan pada struktur social yang lebih
menekankan pada aspek keumuman serta menempatkan kejadian/peristiwa pada
bahagian terpisah dari studi sejarah struktural. Obyek sejarah struktural lebih
ditekankan pada analisis terhadap struktur sosial yang dinamis dengan menggunakan
generalisasi sebagai kesimpulan teoritis. Oleh karena itu, menurut pandangan
ini, bila suatu realitas sosial diungkapkan berdasarkan peristiwa-peristiwa
yang unik, maka sukar untuk dirumuskan dalam bentuk generalisasi.
Sementara itu
kalangan strukturis mengkonsepsikan masyarakat sebagai satu kesatuan yang
memiliki struktur yang digabungkan secara longgar (losely structured). Ia
merupakan kumpulan relasi-relasi, peraturan-peraturan dan peran-peran yang
selalu berubah dan mengikat kolektifitas individu melalui organisasi, ciri-ciri
dan kekuatan sendiri yang muncul dari aksi-aksi, keperibadian dan alasan-alasan
kolektiv dari individu untuk menjaga kelangsungan struktur (reproduksi) atau
untuk melakukan perubahan-perubahan (transformasi). Masyarakat, menurut
pandangan strukturisme, merupakan teori umum yang mutlak historik, karena
struktur kelembagaan sosial adalah merupakan hasil dari individu secara
kolektif. Ini menunjukkan proses dialektis di mana struktur, sistem peraturan,
peranan, relasi-relasi dan arti yang dilembagakan dapat diproduksi dan
ditransformasi melalui fikiran manusia dalam suatu waktu. Struktur, menurut
pandangan strukturis adalah sebagai sistem peraturan sosial, peranan,
relasi-relasi dan simbol-simbol di mana peristiwa, tindakan dan fikiran
berlangsung (Lloyd, 1993) Karena itu kalangan Strukturis menempatkan struktur
dan peristiwa pada bahagian yang sama dalam analisis sejarahnya.
Analisis
terhadap Perubahan Struktur Sosial
Seperti telah
dikemukakan bahwa pendekatan struktural mengkonsepsikan masyarakat sebagai
mempunyai struktur yang ketat. Perubahan sosial (tepatnya perubahan struktur
sosial), menurut mereka, tidak akan terjadi oleh unsur-unsur internal struktur
itu sendiri, akan tetapi disebabkan oleh masuknya unsur-unsur asing yang
menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada struktur yang
mendahuluinya, sehingga struktur-struktur itu menjadi tidak berperan menurut
semestinya. Karena itu muncul peran-peran (struktur) baru untuk memulihkan
ketidakseimbangan itu. Pendekatan Fungsional-Struktural yang mengacu pada
pandangan Talcott Parsons ini menekankan bahwa sumber-sumber (unsur-unsur) baru
sangat memungkinkan terciptanya tingkatan baru diferensiasi struktural. Unsur
baru itu merupakan sumber penting bagi perubahan dan perkembangan orientasi
nilai baru yang dapat menciptakan sistem kontrol utama di mana perubahan dapat
melembaga. Karenanya analisis terhadap perubahan sosial, bagi sejarawan
struktural, lebih ditekankan pada aspek ketidakseimbangan struktural dan
ketegangan antara unsur-unsur normatif dan struktural dari setiap sistem
sosial.
Kalangan
strukturisme memandang perubahan struktur sosial disebabkan oleh unsur-unsur
internal masyarakat itu sendiri, yaitu interaksi antara individu dengan
struktur sosial. Struktur menurut aliran ini memiliki potensi
"menentukan" (constraining) sedangkan individu atau kelompok dari
suatu struktur sosial (dalam hal ini disebut dengan : agency) memiliki potensi
"mengubah" (enabling). Interaksi struktur yang constraining dengan
agency yang enabling inilah yang mendasari analisis strukturis untuk menemukan
causal factor dari suatu perubahan sosial.
Gagasan
peragenan (agency) merupakan tema pokok dari pembahasan strukturis. Konsep agency menurut metodologi strukturis berbeda dengan
konsep individualis tentang orang dan tindakan, demikianpun dengan konsep
struktural-fungsional yang menekankan pada
determinisme struktural semata dan mengabaikan
peran individu. Agency dalam konsep strukturis adalah merupakan
individu atau kelompok yang dianggap memiliki kekuatan otonom dari suatu
struktur sosial (Leirissa,1999,51) untuk melakukan perubahan dan reproduksi
sosial. Kemampuan mengubah dari agency tidaklah dengan sendirinya, namun
mengacu pada struktur serta lingkungan budaya (mentalite). Yang disebutkan
terakhir ini diakui pula sebagai ikut menentukan perubahan itu. Oleh karenanya
analisis strukturis menekankan pada interaksi aktif antara agen, struktur dan
mentalitas (kebudayaan). Dengan demikian, pendekatan strukturisme dalam sejarah
mensyaratkan bahwa deskripsi sejarah sosial tidak hanya menuntut penjelasan
analitis semata seperti yang dituntut oleh pendekatan strukturalisme yang
holistik, akan tetapi juga deskripsi-naratif dan interpretatif atau dengan kata
lain sejarah sosial disamping mengharuskan analisis struktural di tingkat makro
untuk memahami perubahan sosial, juga tanpa mengabaikan tataran mikro yaitu
aspek keunikan peristiwa (event) yang terjadi pada struktur sosial itu
sendiri.
Akses
Epistemologis Strukturisme
Bahagian yang
esensial dari suatu analisis ilmiah terletak pada kebenaran (baca :
obyektifitas) pengetahuan yang dihasilkan melalui eksplanasi-eksplanasi yang
teruji secara teoritis. Hal itu sangat ditentukan oleh akses epistemologi,
seperti yang telah ditunjukkan oleh ilmu-ilmu alam. Masalah eksplanasi dalam
ilmu-ilmu kemanusiaan seperti ilmu sosial dan sejarah selalu menjadi
perbincangan yang serius dikalangan teoritisi, oleh karena kebenaran faktual
yang dihasilkannya berbeda dengan ilmu alam.
Pada dasarnya
perbedaan ini secara ontologis bersumber dari perbedaan realitas yang diamati,
sehingga menuntut prosedur penalaran yang berbeda pula. Ilmu-ilmu alam dengan
obyek benda alam yang nomotetis dan ilmu kemanusiaan dengan obyek manusia
yang ideografis dibedakan berdasarkan kaidah penalaran
masing-masing dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip epistimologinya dalam
memperoleh kebenaran ilmiah.
Perpaduan
antara ilmu sosial dan ilmu sejarah telah menghasilkan sejarah sosial dengan
metodologi eksplanasi yang mengagumkan. Baik aliran struktural yang holistik
maupun aliran struktural-fungsional, telah mencoba menunjukkan keandalan
metodologinya dalam menghasilkan eksplanasi-eksplanasi struktural. Analisis
perubahan struktur sosial menurut kalangan holisme - seperti juga analisis
terhadap perubahan dalam struktur ilmu alam - dapat ditunjukkan melalui
hukum-hukum umum dengan prinsip-prinsip universalisme. Sementara itu, aliran
struktural fungsional menganggap bahwa analisis tentang fungsi sebagai konsep
kunci dalam teori sosial dan menekankan pada faktor keseimbangan sebagai asumsi
dasar yang melandasi analisisnya terhadap perubahan struktur sosial. Kedua
aliran di atas, seperti halnya juga aliran strukturis, pada dasarnya bertolak
dari pemahaman terhadap struktur sosial yang memiliki kenyataan yang sebenarnya
tidak dapat diamati (unobservable). Oleh karena itu, dalam memberikan
penjelasan (eksplanasi) biasanya hanya terbatas pada kausalitas teoritis semata
dan tidak mampu menunjukkan pembuktian yang eksperimental. Pada bahagian inilah
justru terlihat perbedaan mendasar antara analisis ilmu alam dengan analisis
ilmu sosial dan sejarah yang sekaligus menjadi kendala teoritis yang sering
menimbulkan kecurigaan akan kebenaran ilmiah dari ilmu-ilmu sosial dan sejarah.
Munculnya
pendekatan strukturis (metodologi strukturisme) ini telah menawarkan metodologi
alternatif bagi kendala dimaksud, dengan menerapkan struktur penalaran (structure
of reasoning) yang digunakan oleh ilmu alam terhadap ilmu sosial dan
sejarah. Menurut pendekatan ini, penalaran ilmu sosial harus memiliki struktur
yang mirip dengan ilmu alam (cf. Lloyd, 1993) sehingga eksplanasi kausalitasnya
juga dapat menghasilkan kebenaran yang berkorespondensi dengan kenyataan yang
diamati, meskipun untuk itu diperlukan modifikasi terhadap beberapa aspek
metodologi, karena adanya perbedaan mendasar secara ontologis antara kedua ilmu
dimaksud. Akses epistemologi yang membedakan antara ilmu alam dengan ilmu
sosial dan ilmu sejarah adalah terletak pada penjelasan sebab akibat pada
struktur-struktur umum dari struktur sosial yang berkesinambungan dan struktur
budaya serta prilaku-prilaku individu dalam variasi ruang dan waktu yang harus
mendapat pertimbangan dalam analisis ilmu sosial dan sejarah. Analisis pada
faktor-faktor yang disebutkan terakhir itulah yang justru telah diabaikan oleh
pendekatan sejarah struktural.
Disamping
itu, pendekatan (metodologi) strukturisme yang didasarkan pada filsafat realis
ini mencoba untuk menempatkan agency,--dalam
kapasitasnya sebagai akumulasi interaksi individu, struktur dan
mentalitas--sebagai causal
factor dari
perubahan sosial. Oleh karena sejarah meneliti masyarakat masa lampau, maka causal factor itu tidak dapat dijelaskan dengan eksperimen
seperti yang berlaku dalam ilmu alam, akan tetapi melalui intensi yang
terekspresikan dari sumber-sumber sejarah yang sesungguhnya dapat diamati (observable).
Untuk menemukan agency dari suatu perubahan sosial menurut
pendekatan strukturis, mengharuskan tidak hanya analisis struktural akan tetapi
juga mengandalkan hermeneutika dalam memahami berbagai intensi dari pelaku
sejarah. Dengan demikian, munculnya strukturisme historis, telah menjembatani
perbedaan-perbedaan pendapat tentang bagaimana analisis terhadap perubahan sosial
yang selama ini telah berlangsung, namun pendekatan ini belum banyak mendapat
perhatian dari kalangan sejarawan, karena masih dominannya pengaruh
strukturalisme.
© Irhash A.
Shamad.
dipublikasikan juga di : www.irhash.webs.com on April 21, 2009 at 9:30 AM
dipublikasikan juga di : www.irhash.webs.com on April 21, 2009 at 9:30 AM
Posting Komentar