Manusia dalam kehidupannya, baik secara individual maupun sosial, sesungguhnya tidak bisa terpisah dari sejarah, sebagaimana juga manusia sebagai individu tidak bisa dipisahkan dari ikatan lingkungan sosialnya.
Hal pertama didasarkan bahwa ciri eksistensi manusia memiliki struktur historikalitas, yakni ‘eksistensi yang mewaktu atau menyejarah’. Manusia sebagai obyek, struktur ke’kini’annya tidaklah bersifat statis, tetapi lebih merupakan ‘dialogi’ atau perjumpaan yang terus menerus antara masa lalu dan masa depan. Apapun yang dipikirkan dan apapun prilaku yang ditunjukkan oleh manusia pada hari ini, selalu berorientasi ke masa lalu dan masa depan, yang oleh Husserl disebutkan bahwa ‘manusia setiap saat berretensi dan berprotensi’, yaitu mengenggam yang sudah dan menjangkau yang akan datang
Hal pertama didasarkan bahwa ciri eksistensi manusia memiliki struktur historikalitas, yakni ‘eksistensi yang mewaktu atau menyejarah’. Manusia sebagai obyek, struktur ke’kini’annya tidaklah bersifat statis, tetapi lebih merupakan ‘dialogi’ atau perjumpaan yang terus menerus antara masa lalu dan masa depan. Apapun yang dipikirkan dan apapun prilaku yang ditunjukkan oleh manusia pada hari ini, selalu berorientasi ke masa lalu dan masa depan, yang oleh Husserl disebutkan bahwa ‘manusia setiap saat berretensi dan berprotensi’, yaitu mengenggam yang sudah dan menjangkau yang akan datang